Perkembangan media masa,
keberimbangan menjadi salah satu hal penting yang perlu diperhatikan oleh
wartawan dalam menulis berita. Karena sejatinya wartawan tujuannya adalah
menyampaikan fakta kepada masyarakat, bukan menyampaikan fakta yang diopinikan.
Keberimbangan menjadi sulit dilakukan karena media menjalankan tugas dan fungsi
dalam tekanan. Artinya ada tokoh yang mengendalikan media tersebut, bisa
disebut pihak penguasa entah itu tokoh politik, pengusaha, investor dan
lain-lain. Ketidakberimbangan pemberitaan dalam media tidak hanya merugikan
pihak-pihak
yang tidak memperoleh ruang dan waktu yang sama dalam kalimat pemebritaan.
Namun juga memberi pengaruh dan mengubah opini masyarakat kepada pihak-pihak
yang diberitakan. Ketidakberimbangan biasanya karena adanya kepentingan pribadi
media dan bisa juga karena kepentingan tokoh politik sebut saja. Ketika opini
masyarakat terbentuk maka akan terjadi anggapan-anggapan yang biasanya bertolak
belakang dari kenyataan dan tentu saja
merugikan pihak yang pemberitaannya tidak sesuai, juga menguntungkan
pihak yang pemberitaannya telah dipoles sedemikian rupa guna memperoleh simpati
masyarakat.
sebuah blog berisi pembelajaran mengenai hakekat sebuah ilmu pengetahuan. Dimana sebuah ilmu pengetahuan lahir untuk membedah gejala-gejala interaksi yang ada di alam semesta. Ilmu pengetahuan yang dapat saja berubah dan tak menjadi kekal untuk selamanya.
Rabu, 22 Maret 2017
“Cabulisme” Teks Media
Kemajuan teknologi pada saat ini
sudah di bilang sangat pesat, terbukti dengan adanya banyak media massa ataupun
media sosial yang kita jumpai. Hampir di semua media menyuguhkan berita dan
informasi. Kini banyak kita jumapai berita yang asal dan langsung di
publicasikan tanpa melihat pantas dan layak kah berita tersebut di terbitkan.
Baik media massa cetak maupun online. Sering kali wartawan hanya mengutamakan waktu dan kecepatan
berita tersebut di sebarkan tanpa melihat kembali sesuai kah dengan kode etik
jurnalistik, yang seharusnya menjadi pedoman sebagai acuan dalam penulisan
sebuah berita.
Namun tidak bisa di pungkiri saat ini berita berita yang
ada di media massa cetak dan online sering sekali di jumpai berita yang
seharusnya tidak di tampilkan
pada publik.
Seperti berita yang porno yang di suguhkan dengan adanya gambar yang porno.
berita yang seperti ini yang dapat
membuat khalayak terpengaruh. Gambar
serta kata kata dalam penyampaikan berita tersebut. Seperti kata cabul dan
gagahi yang sering ada pada sebuah berita,
hal ini dapat membuat pikiran khalayak yang mengarah negatif. Seharusnya wartawan
dapat menggunakan kata dan bahasa yang baik dan bener sesuai dengan bahasa
Indonesia jurnalistik.
Contohnya saja kasus pemerkosaan, penulisan judul berita
dengan gaya bahasa terlihat begitu mencolok di teras depan Koran ataupun
Headline dengan tata layout penulisan huruf yang memiliki ukuran hampir sama
besar dengan foto, secara tidak langsung dapat di baca berbagai khalayak yang
membaca. Banyak di jumpai pada media massa cetak koran terutama pada koran local. Media lokal
acapkali
menjadikan kasus pemerkosaan atau khasus yang berhubungan dengan pornografi sebagai headline pada koran tersebut.
Kode
etik jurnalistik menjelaskan pada pasal 4 bahwa wartawan Indonesia tidak
membuat berita bohong, fitnah,
dan cabul. Namun pada saat ini masih banyak wartwan yang membuat berita yang
jauh dari kode etik tersebut. Berita
berita yang saat ini beredar pada media massa cetak maupun ektronik masih jauh
dari kata berpedoman pada kode etik jurnalistik.
Dalam isi pemberitaannya pun menggunakan kata yang
sadis, dalam penceritaan alurnya wartawan tidak menggunakan bahasa Indonesia
jurnalistik yang baik. Hal ini dapat membuat khalayak yang membaca terpengaruh
dengan apa yang ia baca. Di dalam berita acapkali wartawan juga menyebutkan identitas korban. Padahal sudah di
jelaskan pada kode etik jurnalistik pasal
5 yang berbunyi “wartawan tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas
korban kejahatan susila dan tidak menyebut identitas anak yang menjadi pelaku”. Namun masih
banyak wartawan yang melanggar kode etik jurnalistik tersebut. Seharusnya kode etik
jurnaalistik dapat menjaadi pedoman para wartawan dalam menulis berita, agar
tercipta berita yang memiliki bahasa yang baik dan benar. Saat ini masih banyak insan pers yang masih belum tunduk pada kode
etik jurnalistik.
Penerapan Kode Etik Jurnalistik Pada Berita Kasus Kekerasan Seksual
Di
Indonesia yang memiliki ideologi pancasila yang menjunjung tinggi demokrasi.
Salah satu wujudnya ialah kebebasan pers yang dimiliki wartawan dalam mencari,
menulis, serta menyebarluaskan informasi/berita, namun saat ini wartawan sering mengabaikan apa yang
seharusnya menjadi kewajiban seorang wartawan karena menganggap bahwa demokrasi
merupakan hak yang se-bebas-bebasnya tanpa menghargai hak orang lain.
Hal
tersebut dapat dibuktikan dari kurangnya perhatian wartawan memahami bagaimana
etika yang seharusnya dilakukan oleh wartawan dalam mengemban tugasnya.
Kurangnya pemahaman ini tentu berdampak pada penerapannya dalam mencari,
menulis, dan menyebarluaskan innformasi/berita yang merupakan tugas/fungsi
wartawan.
Salah
satu penerapan kode etik jurnalistik yang sering diabaikan oleh wartawan dalam
menjalankan tugasnya yaitu Kode Etik Jurnalistik Pasal 2 yang berbunyi
“Wartawan Indonesia menempuh cara – cara yang profesional dalam melaksanakan
tugas jurnalistik,”. Pada point b pasal ini mengatakan wartawan “menghormati
hak privasi,” dan point f dijelaskan bahwa “Wartawan menghormati pengalaman
traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara, “ point ini sangat
penting untuk diterapkan oleh wartawan
karena hal tersebut sangat berpengaruh pada psikologis narasumber khususnya
narasumber yang menjadi korban kekerasan seksual dan juga kerabat korban (orang
– orang terdekat korban). Namun yang
terjadi saati ini, wartawan sering memanfaatkan kondisi korban dengan menulis
maupun mengemas isi berita tersebut tanpa memperhatikan perasaan korban dan
kerabat korban. Salah satu contoh kasus adalah kasus alm. Yuyun yang menjadi
korban kekerasan seksual, beberapa media dengan lihainya mengemas berita
tersebut dari mulai menceritakan seluruh kejadian atau peristiwa kekerasan
sampai pada kehidupan pribadi yang harusnya tidak untuk diberitahukan kepada
publik. Kesibukan dalam mengemas berita tersebut membuat wartawan atau media
mengabaikan perasaan dan psikologis kerabat korban, dan hal penting yang harus
diketahui oleh wartawan adalah menghargai korban (meskipun sudah meninggal)
sebagai bentuk bahwa wartawan tersebut mempunyai etika dalam menulis
berita/etika berkomunikasi.
Selasa, 21 Maret 2017
Berita Berimbang dan Keberpihakan Politik
Sikap independen wartawan Indonesia
saat ini masih dalam pertanyaan besar. Menghasilkan berita yang akurat, berimbang,
dan tidak beretikad buruk yang merupakan
bunyi dari Kode Etik Jurnalistik Pasal 1 belum terealisasikan dengan baik.
Beberapa berita maupun tulisan wartawan saat ini masih jauh mengarah pada
terwujudnya pasal tersebut. Dapat dilihat dalam pemberitaan yang berbau politik
saat ini khususnya pada beberapa media nasional.
Media massa yang seharusnya sebagai penyalur suara rakyat
perlahan berpindah fungsi menjadipenyalur suara politik. Kegiatan politik tidak
pernah terlepas dari aktivitas media, begitu juga sebaliknya. Perpindahan dari
fungsi yang sebenarnya tersebut berdampak pada tulisan atau berita politik wartawan
yang saat ini bisa dikatakan jauh dari suara hati nuraninya, tidak sesuai
dengan penjelasan point a pada pasal ini yang mengatakan “ independen bararti
memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur
tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan
pers,”. Kebanyakan wartawan masa kini bekerja mengabdikan dirinya untuk pemilik
perusahaan pers tempat ia bekerja, bukan mengabdikan diri untuk rakyat.
Apalagi jika pemilik media tersebut
masuk ke ranah politik dan berhubungan dengan orang-orang yang berperan dalam
kehidupan politik. Tentu kata “akurat” yang ada pada penjelasan point b yaitu
berarti “dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi,”
masih dalam genggaman pimilik media sehingga wartawan yang seharusnya obyektif
dalam memberikan atau menginformasikan sesuatu yang berbau politik masih belum
terwujud.
Dampak lainnya yang terjadi adalah
keberimbangan yang pada penjelasan point c mengatakan bahwa “berimbang” berarti
semua pihak mendapat kesempatan setara.
Biasanya dalam berita politik, setiap media tentu memilki ideologi yang
berbeda yang akan membawa pengaruh pada pengemasan berita tersebut. Hal lain
yang menyebakan semakin parahnya dalam pengemasan berita adalah adanya
“Konglomerasi media”,sehingga wartawan dalam memproses berita harus sesuai
dengan kehendak dari pemilik media yang berkaitan dengan kepentingan ekonomi.
Selain ideologi, kepentingan politik
dan konglomerasi media, masalah pribadi yang terjadi pada pemilik media dengan
orang-orang yang ada dalam aktivitas politik juga mengharuskan wartawan yang
bekerja dalam medianya menulis apa yang diperintahkan oleh pemiliknya, sehingga
tidak jarang wartawan mencari informasi yang bertujuan menjatuhkan pihak
tertentu yang bermasalah dengan pemilik media tersebut.
Langganan:
Komentar (Atom)