Di
Indonesia yang memiliki ideologi pancasila yang menjunjung tinggi demokrasi.
Salah satu wujudnya ialah kebebasan pers yang dimiliki wartawan dalam mencari,
menulis, serta menyebarluaskan informasi/berita, namun saat ini wartawan sering mengabaikan apa yang
seharusnya menjadi kewajiban seorang wartawan karena menganggap bahwa demokrasi
merupakan hak yang se-bebas-bebasnya tanpa menghargai hak orang lain.
Hal
tersebut dapat dibuktikan dari kurangnya perhatian wartawan memahami bagaimana
etika yang seharusnya dilakukan oleh wartawan dalam mengemban tugasnya.
Kurangnya pemahaman ini tentu berdampak pada penerapannya dalam mencari,
menulis, dan menyebarluaskan innformasi/berita yang merupakan tugas/fungsi
wartawan.
Salah
satu penerapan kode etik jurnalistik yang sering diabaikan oleh wartawan dalam
menjalankan tugasnya yaitu Kode Etik Jurnalistik Pasal 2 yang berbunyi
“Wartawan Indonesia menempuh cara – cara yang profesional dalam melaksanakan
tugas jurnalistik,”. Pada point b pasal ini mengatakan wartawan “menghormati
hak privasi,” dan point f dijelaskan bahwa “Wartawan menghormati pengalaman
traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara, “ point ini sangat
penting untuk diterapkan oleh wartawan
karena hal tersebut sangat berpengaruh pada psikologis narasumber khususnya
narasumber yang menjadi korban kekerasan seksual dan juga kerabat korban (orang
– orang terdekat korban). Namun yang
terjadi saati ini, wartawan sering memanfaatkan kondisi korban dengan menulis
maupun mengemas isi berita tersebut tanpa memperhatikan perasaan korban dan
kerabat korban. Salah satu contoh kasus adalah kasus alm. Yuyun yang menjadi
korban kekerasan seksual, beberapa media dengan lihainya mengemas berita
tersebut dari mulai menceritakan seluruh kejadian atau peristiwa kekerasan
sampai pada kehidupan pribadi yang harusnya tidak untuk diberitahukan kepada
publik. Kesibukan dalam mengemas berita tersebut membuat wartawan atau media
mengabaikan perasaan dan psikologis kerabat korban, dan hal penting yang harus
diketahui oleh wartawan adalah menghargai korban (meskipun sudah meninggal)
sebagai bentuk bahwa wartawan tersebut mempunyai etika dalam menulis
berita/etika berkomunikasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar