Rabu, 22 Maret 2017

“Cabulisme” Teks Media



            Kemajuan teknologi pada saat ini sudah di bilang sangat pesat, terbukti dengan adanya banyak media massa ataupun media sosial yang kita jumpai. Hampir di semua media menyuguhkan berita dan informasi. Kini banyak kita jumapai berita yang asal dan langsung di publicasikan tanpa melihat pantas dan layak kah berita tersebut di terbitkan. Baik media massa cetak maupun online. Sering kali wartawan hanya mengutamakan waktu dan kecepatan berita tersebut di sebarkan tanpa melihat kembali sesuai kah dengan kode etik jurnalistik, yang seharusnya menjadi pedoman sebagai acuan dalam penulisan sebuah  berita.
Namun tidak bisa di pungkiri saat ini berita berita yang ada di media massa cetak dan online sering sekali di jumpai berita yang seharusnya tidak di tampilkan pada publik. Seperti berita yang porno yang di suguhkan dengan adanya gambar yang porno. berita yang seperti ini  yang dapat membuat khalayak terpengaruh. Gambar serta kata kata dalam penyampaikan berita tersebut. Seperti kata cabul dan gagahi yang sering ada pada sebuah berita, hal ini dapat membuat pikiran khalayak yang mengarah negatif. Seharusnya wartawan dapat menggunakan kata dan bahasa yang baik dan bener sesuai dengan bahasa Indonesia jurnalistik.
Contohnya saja kasus pemerkosaan, penulisan judul berita dengan gaya bahasa terlihat begitu mencolok di teras depan Koran ataupun Headline dengan tata layout penulisan huruf yang memiliki ukuran hampir sama besar dengan foto, secara tidak langsung dapat di baca berbagai khalayak yang membaca. Banyak di jumpai pada media massa cetak koran terutama pada koran local. Media lokal acapkali menjadikan kasus pemerkosaan atau khasus yang berhubungan dengan pornografi sebagai headline pada koran tersebut.
Kode etik jurnalistik menjelaskan pada pasal 4 bahwa wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, dan cabul. Namun pada saat ini masih banyak wartwan yang membuat berita yang jauh dari kode etik tersebut.  Berita berita yang saat ini beredar pada media massa cetak maupun ektronik masih jauh dari kata berpedoman pada kode etik jurnalistik.
Dalam isi pemberitaannya pun menggunakan kata yang sadis, dalam penceritaan alurnya wartawan tidak menggunakan bahasa Indonesia jurnalistik yang baik. Hal ini dapat membuat khalayak yang membaca terpengaruh dengan apa yang ia baca. Di dalam berita acapkali  wartawan juga menyebutkan identitas korban. Padahal sudah di jelaskan pada kode etik jurnalistik pasal  5 yang berbunyi “wartawan tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebut identitas anak yang menjadi pelaku”.  Namun masih banyak wartawan yang melanggar kode etik jurnalistik tersebut. Seharusnya kode etik jurnaalistik dapat menjaadi pedoman para wartawan dalam menulis berita, agar tercipta berita yang memiliki bahasa yang baik dan benar. Saat ini masih banyak insan pers yang masih belum tunduk pada kode etik jurnalistik.
           

2 komentar:

  1. Nama : Taufik Hidayat Nasution
    Npm : D1C020033
    Komentar : Dengan adanya blog dengan isi materi yang dapat menambah wawasan pengetahuan saya akan hal yang berhubungan dengan materi yang ada.

    BalasHapus
  2. Nama : Achmad Akbar
    NPM : D1C020049
    Komentar : dari materi di blog ini menambah wawasan saya yang berhubungan dengan berita

    BalasHapus