Rabu, 03 Juni 2015

MANAJEMEN MEDIA MASSA SEKULER DAN KONSEP ISLAM



Manajemen media massa memang sangat menentukan input dan ouput terhadap media massa itu sendiri. Sebagaimana yang kita tahu media massa adalah alat penyampai informasi kepada khalayak. Adapun beberapa sifat dari media massa diantaranya menyampaikan informasi secara serentak. Artinya tidak ada media massa yang menyampaikan informasinya dengan sebagian-sebagian. Jenis – jenis media massa adalah media elektronik, dan media cetak. Oleh karena fungsi utama media massa adalah sebagai penyampai informasi kepada khalayak, tentunya manajemen yang baik sangat diperhatikan dalam menunjang eksistensi media massa tersebut, baik itu pada media massa cetak atau pun pada media massa elektronik. Namun ternyata meskipun manajemennya baik tidak semua sistem yang melandasinya itu juga baik.
            Awalnya, media massa hanya dipahami sebagai sumber berita . banyak orang butuh media karena butuh berita aktual. Mereka sebagai konsumen begitu percaya terhadap apa-apa yang ditampilkan atau disampaikan oleh media. Mereka beranggapan bahwa media tidak akan berbohong karena ada etika jurnalistik sebagai pedoman para awak media. Tetapi seiring waktu dan perkembangan zaman. Lama-lama konsumen menjadi tahu dan sadar bahwa media itu tidak sesuci dari yang digambarkan. Media bukan lagi sebagai penengah dari mereka yang bersengketa. Media bukan lagi sebagai penyampai informasi melainkan sudah menjadi biang dusta terhadap khalayak. Media lebih mengutamakan rating daripada menjadi pembela rakyat jelata. Awak media lebih memilih menjual harga diri dengan murah hanya demi uang. Halal haram semua dihantam. Tidak ada media massa yang dapat menjadi acuan selama media tersebut berhaluan sekuler liberal. Fakta membuktikan bahwa media sekuler telah meninggalkan etika jurnalisme yang seharusnya menjadi pedoman bermedia. Jadi bukan rahasia lagi jika media-media itu menjual sensasi, foto dan cerita vulgar, gosip dan lain sebagainya untuk menampung untung.
            Kondisi semakin dipersulit ketika zaman modern saat ini diramaikan dengan beragam teknologi canggih, mulai dari aplikasi internet, smartphone, 3G bahkan 4G, dan lain-lain. Terobosan teknologi ini semakin membuat hegemoni atau eksistensi media sekuler lebih kuat. Akibatnya kehidupan manusia pun menjadi semakin ribut, narsistik dan tak tentu arah.
            Manajamen dalam media massa memang menjadi tolak ukur dalam aktivitas media massa. Namun jika “sistem” yang digunakan dalam manajemen tersebut salah tentu implikasinya jelas akan terlihat tumpang tindih dan tidak ada keseimbangan. Seperti halnya media yang berhaluan sekuler liberal tentu jauh berbeda dari media islam. Islam menilai bahwa segala sesuatu itu memiliki batasan. Tidak ada kebebasan yang sekehendak hati. Oleh karena itu Allah memeberikan perintah dan larangan. Demikian pula manusia diberikan pilihan apakah beriman ataukah ingkar.
            Disisi lain, kebebasan pers yang telah mendapatkan konstitusi UU No. 40 tahun 1999. Memiliki syarat utama yang salah satunya adalah kebebasan pers harus digunakan sebaik-baiknya untuk kepentingan memperbaiki kehidupan masyarakat. Namun yang terjadi justru sebaliknya. Kebebasan pers dimanfaatkan oleh pemilik modal untuk mengais keuntungan dan mempekuat hegemoni kekuasannya baik politik maupun ekonomi. Karena aspek yang paling kuat yang mempengaruhi independensi media adalah aspek ekonomi dan aspek politik.
            Dominasi dan kekuatan media yang dahsyat itulah yang kemudian menjadi bencana bagi umat islam. Ketika media dijadikan alat untuk menyerang islam. Menodai simbol-simbolnya serta menzhalimi umatnya. Dan memporak porandakan kehidupan umat. Padahal sejak awal ajaran islam memiliki perhatian lebih pada media. Media sangat erat kaitannya dengan opini publik. Sementara opini publik berkaitan dengan kondisi stabilitas sosial. Artinya, damai atau gelisahnya kehidupan di tengah-tengah masyarakat sangat bergantung pada opini publik yang berkembang. Media adalah penyampai atau perantara. Dalam islam hal tersebut bisa disebut dengan tabligh (menyampaikan) yang merupakan salah satu dari sifat Nabi yang patut dicontoh oleh media.
            Jika ditelisik lebih jauh, kita akan mengetahui bahwa sesungguhnya saat ini umat manusia di dunia termasuk kita di kontrol oleh Shadow Goverment (pemerintah bayangan). “Pemerintah bayangan/tersembunyi ini merupakan pemerintah ‘sebenar-benarnya’ yang mengendalikan laju utama pemerintah yang digambarkan kepada kita secara umum. Identitas-identitas anggota serta tempat rapat pemerintah bayangan tersembunyi. Maka tidak heran jika invasi militer yang pernah dilakukan oleh Amerika Serikat ke Irak, Afghanistan. Termasuk kebrutalan Zionis-Israel yang mencaplok tanah Palestina, merupakan konsep yang memang telah direncanakan oleh Shadow Government. Kenapa ? karena hal tersebut terbukti dari tidak adanya tindakan tegas dari lembaga-lembaga internasional seperti PBB dalam memberikan perlindungan terhadap negara-negara yang diluluhlantakkan oleh Amerika dan Zionis Israel.
            Dari kasus tersebut, media massa telah sukses dalam memanipulasi dan memutar balikkan apa yang seharusnya diketahui oleh manusia. Media massa tidak pernah menyentuh keaslian berbahayanya tingkat kejahatan Amerika, Zionis-Israel terhadap manusia, khususnnya islam. Hasilnya, islam dikambinghitamkan dan kian dipersulit. Bahkan Dr. AC. Manullang, mantan ketua badan intelijen nasional pernah mengatakan bahwa yang dianggap paling mengecam eksistensi Yahudi kelak adalah Indonesia, ketika umat islam Indonesia bersatu. Untuk mencegah persatuan itu, maka salah satu caranya adalah dengan membawa Neoliberalisme dan Neokapitalisme. Paham inilah yang mengatakan Islam sebagai teroris.
            Media-media di Indonesia hanyalah bagian dari media global. Tak ada media nasional Indonesia yang tidak menginduk kepada pemilik media milik Yahudi Internasional (AOL Time Warner pemiliknya adalah juragan media Yahudi Gerald Levin, The Walt Disney Co pemiliknya adalah Michael D.Eisner, seorang Yahudi, News Corporation pemiliknya Rupet Murdoch, dan lain sebagainya). Jadi tentunya isi apapun yang disampaikan oleh media tersebut pada umumnya adalah yang menyudutkan islam. Atau jika tidak, media tersebut akan selalu menyajikan konten yang dapat menjauhi manusia terhadap islam, khususnya lagi menjauhi orang islam tehadap agama islam, agamanya sendiri.
            Di dalam kehidupan kita saat ini, terjadi peperangan yang sama-sama kuat atara dakwah islam dan propaganda sekuler. Agama tidak lagi dijadikan sebagai keyakinan melainkan hanya sebuah permainan. Betapa tidak, beberapa situs yang dikhawatirkan menyampaikan isu radikal langsung di block. Lelaki yang berjanggut, berpakaian koko, perempuan yang berjilbab panjang dicurigai sebagai teroris, bahkan masjid yang merupakan tempat ibadah umat islam turut dicurigai sebagai pembentukan calon teroris. MasyaAllah..
            Sekuat atau sehebat apapun gencarnya dakwah sekularisme dalam melenakan sehingga membuat manusia menjadi seperti mayat hidup, maka sebenarnya lebih kuat lagi pergerakan  dakwah islam yang memperjuangkan idealismenya. Akhirnya semakin nyatalah bahwa sistem sekuler liberal yang dipakai dalam memanajemen media massa menjadi pondasi awal kehancuran media massa itu sendiri, karena memukul rata antara dusta dan kejujuran. Sehingga tidak lagi ada bedanya antara putih dengan hitam. Berbeda halnya jika sistem manajemen media massa yang dipakai adalah sistem islam. Dimana islam telah menyatukan seluruh aspek kehidupan dengan benar-benar seimbang. Jelas berbeda antara dusta dan kejujuran, benar atau salah bahkan hitam dan putih, semua telah diatur sedemikian rupa, tidak ada satu sistem pun yang mampu menandingi sistem islam. Sehingga sekeliling yang bernaung dengan islam akan menjadi damai.
            Meskipun saat ini kuantitas jurnalis muslim masih minoritas, namun bukan berarti akan diam. Justru dengan kuantitas yang baru sedikit ini akan memberikan kualitas yang hebat sehingga melahirkan generasi-generasi jurnalis muslim yang akan menjamur. Peran mereka bukan remeh, mereka akan kembali menerangi manusia melalui informasi-informasi yang dijamin keabsahannya, teguh dalam idealismenya yang berlandaskan islam. Sehingga terjadilah revolusi media. Seperti yang pernah dikatakan oleh Mohammad Fadhilah Zein, dan penulis buku sekaligus berprofesi sebagai jurnalis “ Revolusi media tidak akan pernah terjadi di media arus utama. Mereka lebih sibuk dengan popularitas, rating, dan uang. Revolusi media lahir dari pinggir, dan dilakukan oleh sekelompok orang yang dianggap tidak ada. Siapakah mereka ? mereka adalah jurnalis Muslim yang senantiasa membela Agama kebenaran, penuh dedikasi, dan keikhlasan meski dihadapkan pada banyak keterbatasan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar