Rabu, 03 Juni 2015

Media dan Konglomerasi Media



Media Massa adalah pilar ke-4 dari sebuah demokrasi negara, media memiliki hubungan dengan negara untuk mencipatakan hukum formal untuk mencapai keteratuaran. Media memiliki kekuasaan diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Question of power, 2. The nature of media influence 3.Media social relatio. 4.The media as public space. Media juga bukan hanya memperjual belikan informasi, tetapi media juga mampu memberikan dampak bagi keputusan terikat sosial, ekonomi hingga politik, media sebagai objek hukum memiliki hak dan kewajiban.
          Dampak media yang sangat terasa terjadi pada saat pemilu 2014, dimana media terlibat dalam keputusan-keputusan politik tersebut. Pemilu 2014 sudah membuka mata kita tentang betapa carut-marutnya peraturan kita terhadap kepemilikkan media. Masyarakat Indonesia disugguhkan tontonan media yang berbau pemilu secara tidak netral dikarenakan pemilik media tersebut merupakan partisipan salah satu pendukung calon presiden tersebut.  Padahal berdasarkan Undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran yang menyatakan bahwa spektrum frekuensi radio merupakan sumber daya alam terbatas dan merupakan kekayaan nasional yang harus dijaga dan dilindungi oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sesuai dengan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945.
Apabila Media memberikan rakyat Indonesia informasi berdasarkan dengan apa yang media ingin sampaikan dan bukan dikarenakan atas kepentingan rakyat tentunnya hal ini melanggar undang-undang.  Seperti yang telah terjadi pada pemilihan presiden tahun 2014 lalu bahwa jumlah iklan kampanye disuatu media sangat berbeda berdasarkan pemilik saham berpartisipan pada kubu siapa. Seperti pada kubu Prabowo-Hatta yang berita dan uga tayangan berupa kampanye akan sangat sering kita lihat di Media milik MNC Group dan Bakrie Group, dikarenakan pemilik sahamnya merupakan partisipan politik dan pendukung Kubu Prabowo-Hatta, sedagkan untuk kubu Jokowi-JK akan sangat sering kita saksikan berita dan tayangan kampanyenya pada MetroTV dan Media Indonesia, dikarenakan pemilik saham Media Group merupakan ketua salah satu partai politik yang mendukung kubu Jokowi-JK, lalu bila demikian dimanakah fungsi media tersebut yang merupakan penyampai informasi dan menadi ruang publik bila mana media dikuasi oleh pemilik medianya, inilah yang dinamakan Konglomerasi media.
          Konglomerasi media adalah keadaan dimana perusahaan-perusahaan berskala besar memiliki beberapa media, baik cetak maupun elektronik dan menggunakan media tersebut berdasarkan kepentingan pribada yang tentunya melangga fungsi dan etika bermedia, dimana pada negara demokrasi di Indonesia ini media sangat memiliki kekuatan besar dalam yang sangat berpengaruh terhadap masyarakat yang menerima informasi tersebut. Pemilik media bersama-sama menciptakan informasi yang mereka ingin sampaikan kepada masyarakat dan informasi tersebut sudah menadi informasi yang bias dan tidak lagi layak untuk menadi informasi yang dikonsumsi masyarakat.
          Berdasarkan Teori agenda setting yang dikemukakan oleh McComb dan Donald Shaw sekitar tahun 1968 yang berasumsi bahwa media mempunyai kemampuan untuk mentransfer isu untuk mempengaruhi agenda publik. Khalayak akan menganggap suatu isu tersebut penting, karena media menganggap isu tersebut penting (dalam Syaiful Rohim, 2009). Kemampuan media dalam mengiring opini publik dan mempengaruhi perubahan kognitif suatu individu inilah yang disadari oleh pemilik saham media yang juga merupakan partisipan partai politik ini dan menggunakan kekuasaannya demi kepentingan pribadi yang akhirnya masyarakat menadi sulit untuk menemukan informasi yang netral dan realistis.
          Seharusnya pemerintah Indonesia lebih mempetegas peraturan tentang bermedia di Indonesia agar konglomerasi media yang sedang marak terjadi dinegara berkembang ini tidak ikut berkembang. Selain masyarakat yang dimonopoli oleh pemilik saham pelaku media pun dimonopoli oleh media dimana tempat dia bekerja.
          Undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang kebebasan pers yang menyatakan bahwa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang demokratis, kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani dan hak memperoleh informasi, merupakan hak asasi manusia yang sangat hakiki, yang diperlukan untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, memajukan kesejateraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Tentunya para pelaku media yang ingin menjunjung tinggi etika bermedia dimatikan oleh konglomerasi media ini.
          Pemerintah tidak seharusnya hanya diam, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang merupakan komisi pengawas bagi media-media Indonesi harus lebih tegas dalam membuat peraturan, segala perundang-undangan tentang bermedia dan juga kebebasan pers haru ditinau kembali dan diperjelas juga dipertegas agar pilar ke-4 dalam negara domokrasi ini benar-benar bergerak sesuai fungsinya, agar bangsa yang berkembang ini benar-benar berkembang menadi bangsa yang maju bukan berkembang menjadi bangsa yang bobrok. Pemerintah juga harus mengatur kepemilikan media di Indonesia, pemerintah harus jelas dan tegas mengaturnya agar media yang seharusnya menjadi ruang publik benar-benar menadi ruang publik dan bukan menjadi ruang pemilik modal, perbaiki sistemnya demi terciptanya media yang sehat dan masyarakat yang sejahtera.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar