Media Massa adalah pilar ke-4 dari
sebuah demokrasi negara, media memiliki hubungan dengan negara untuk
mencipatakan hukum formal untuk mencapai keteratuaran. Media memiliki kekuasaan
diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Question
of power, 2. The nature of media influence 3.Media social relatio. 4.The media
as public space. Media juga bukan hanya memperjual belikan informasi,
tetapi media juga mampu memberikan dampak bagi keputusan terikat sosial,
ekonomi hingga politik, media sebagai objek hukum memiliki hak dan kewajiban.
Dampak
media yang sangat terasa terjadi pada saat pemilu 2014, dimana media terlibat
dalam keputusan-keputusan politik tersebut. Pemilu 2014 sudah membuka mata kita
tentang betapa carut-marutnya peraturan kita terhadap kepemilikkan media.
Masyarakat Indonesia disugguhkan tontonan media yang berbau pemilu secara tidak
netral dikarenakan pemilik media tersebut merupakan partisipan salah satu
pendukung calon presiden tersebut. Padahal
berdasarkan Undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran yang menyatakan
bahwa spektrum frekuensi radio merupakan sumber daya alam terbatas dan
merupakan kekayaan nasional yang harus dijaga dan dilindungi oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sesuai dengan cita-cita
Proklamasi 17 Agustus 1945.
Apabila
Media memberikan rakyat Indonesia informasi berdasarkan dengan apa yang media
ingin sampaikan dan bukan dikarenakan atas kepentingan rakyat tentunnya hal ini
melanggar undang-undang. Seperti yang
telah terjadi pada pemilihan presiden tahun 2014 lalu bahwa jumlah iklan
kampanye disuatu media sangat berbeda berdasarkan pemilik saham berpartisipan
pada kubu siapa. Seperti pada kubu Prabowo-Hatta yang berita dan uga tayangan
berupa kampanye akan sangat sering kita lihat di Media milik MNC Group dan
Bakrie Group, dikarenakan pemilik sahamnya merupakan partisipan politik dan
pendukung Kubu Prabowo-Hatta, sedagkan untuk kubu Jokowi-JK akan sangat sering
kita saksikan berita dan tayangan kampanyenya pada MetroTV dan Media Indonesia,
dikarenakan pemilik saham Media Group merupakan ketua salah satu partai politik
yang mendukung kubu Jokowi-JK, lalu bila demikian dimanakah fungsi media
tersebut yang merupakan penyampai informasi dan menadi ruang publik bila mana
media dikuasi oleh pemilik medianya, inilah yang dinamakan Konglomerasi media.
Konglomerasi media adalah keadaan
dimana perusahaan-perusahaan berskala besar memiliki beberapa media, baik cetak
maupun elektronik dan menggunakan media tersebut berdasarkan kepentingan
pribada yang tentunya melangga fungsi dan etika bermedia, dimana pada negara
demokrasi di Indonesia ini media sangat memiliki kekuatan besar dalam yang
sangat berpengaruh terhadap masyarakat yang menerima informasi tersebut.
Pemilik media bersama-sama menciptakan informasi yang mereka ingin sampaikan
kepada masyarakat dan informasi tersebut sudah menadi informasi yang bias dan
tidak lagi layak untuk menadi informasi yang dikonsumsi masyarakat.
Berdasarkan Teori agenda setting yang
dikemukakan oleh McComb dan Donald Shaw sekitar tahun 1968 yang berasumsi bahwa
media mempunyai kemampuan untuk mentransfer isu untuk mempengaruhi agenda
publik. Khalayak akan menganggap suatu isu tersebut penting, karena media
menganggap isu tersebut penting (dalam Syaiful Rohim, 2009). Kemampuan
media dalam mengiring opini publik dan mempengaruhi perubahan kognitif suatu
individu inilah yang disadari oleh pemilik saham media yang juga merupakan
partisipan partai politik ini dan menggunakan kekuasaannya demi kepentingan
pribadi yang akhirnya masyarakat menadi sulit untuk menemukan informasi yang
netral dan realistis.
Seharusnya pemerintah Indonesia lebih
mempetegas peraturan tentang bermedia di Indonesia agar konglomerasi media yang
sedang marak terjadi dinegara berkembang ini tidak ikut berkembang. Selain
masyarakat yang dimonopoli oleh pemilik saham pelaku media pun dimonopoli oleh
media dimana tempat dia bekerja.
Undang-undang
nomor 40 tahun 1999 tentang kebebasan pers yang menyatakan bahwa dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang demokratis, kemerdekaan
menyatakan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani dan hak memperoleh
informasi, merupakan hak asasi manusia yang sangat hakiki, yang diperlukan
untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, memajukan kesejateraan umum, dan
mencerdaskan kehidupan bangsa. Tentunya para pelaku media yang ingin menjunjung
tinggi etika bermedia dimatikan oleh konglomerasi media ini.
Pemerintah
tidak seharusnya hanya diam, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang merupakan
komisi pengawas bagi media-media Indonesi harus lebih tegas dalam membuat
peraturan, segala perundang-undangan tentang bermedia dan juga kebebasan pers
haru ditinau kembali dan diperjelas juga dipertegas agar pilar ke-4 dalam
negara domokrasi ini benar-benar bergerak sesuai fungsinya, agar bangsa yang
berkembang ini benar-benar berkembang menadi bangsa yang maju bukan berkembang
menjadi bangsa yang bobrok. Pemerintah juga harus mengatur kepemilikan media di
Indonesia, pemerintah harus jelas dan tegas mengaturnya agar media yang
seharusnya menjadi ruang publik benar-benar menadi ruang publik dan bukan
menjadi ruang pemilik modal, perbaiki sistemnya demi terciptanya media yang
sehat dan masyarakat yang sejahtera.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar